Indonesia
diberikan wasiat oleh para leluhurnya agar menjadikan hukum sebagai landasan
aturan main kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini telah tercantum dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Akan
tetapi pada realitanya, hukum di negara ini seringkali disepelekan, tidak
terkecuali oleh para penegaknya.
Beberapa
tahun silam, tepatnya tahun 2009, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kisah
seorang Nenek yang mendapatkan vonis hukuman selama 1 bulan 15 hari dengan masa
percobaan 3 bulan setelah dinyatakan mencuri 3 buah kakao milik PT Rumpun Sari
Antan. Sedangkan. ketika para petinggi negeri ini menyebabkan kerugian terhadap
negara hingga milyaran rupiah dengan melakukan tindak korupsi, kemudian hakim
mengetukkan palu dan menyatakan hukuman penjara, namun kenyataannya mereka
masih wira-wiri wisata hingga ke manca negara.
Hukum
sebagai jalan untuk mencari keadilan, justru seringkali dilecehkan melalui
kebijaksanaan-kebijaksaan yang sudah terpengaruh oleh kepentingan dan kekuasaan
subjeknya, dengan kata lain objektivitas hukum itu sendiri mengalami
kelunturan. Keadilan bukan berarti sama rata, tetapi keadilan seharusnya memberikan
hak dan kewajiban sesuai dengan kadar perbuatan pelakunya, bukan siapa akan
tetapi apa tindakannya.
Salah
satu contoh kebijakan pemerintah yang jauh dari sistem hukum yang berkeadilan
yaitu kebijakan tax amnesty.
Kebijakan yang baru akhir-akhir ini dilaksanakan oleh pemerintah tersebut, kembali
mempertegas bagaimana hukum di Indonesia masih tumpul ke atas. Bambang Brodjonegoro,
Menteri Keuangan Kabinet Kerja periode 2014 – 2016 menyatakan bahwa tujuan awal dari kebijakan
tersebut diantaranya untuk meningkatkan penerimaan negara, menarik dana milik
warga Negara Indonesia yang ada di luar negeri, serta meningkatkan basis
perpajakan, hingga akhirnya dapat berdampak terhadap pertumbuhan nasional. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa pemerintah pada dasarnya menaruh curiga
terhadap penghasilan yang selama ini dilaporkan oleh para wajib pajak dan
berharap akan meningkatkan penerimaan pajak di tahun berikutnya setelah para
wajib pajak melaporkan keseluruhan aset miliknya untuk mendapatkan pengampunan
pajak.
Slogan
“Orang bijak taat pajak”, mengajak semua wajib pajak untuk menunaikan kewajiban
mereka terkait pajak yang seharusnya mereka bayarkan. Akan tetapi, permasalahan
ketaatan setiap orang tentu saja berbeda-beda tingkatnya, ada yang melaporkan
kekayaan senyata-nyatanya, ada pula yang berusaha menyelundupkan, sehingga
dapat memperkecil pajak yang harus ia bayarkan. Tentu saja, apabila kita
kembalikan kepada peraturan perundang-undangan terkait perpajakan maka berbagai
bentuk kecurangan dalam pajak akan mendapatkan ganjaran sesuai perbuatannya,
tak terkecuali wajib pajak yang menyembunyikan kekayaannya, tidak asal
menghapus kesalahan mereka selama ini begitu saja.
Berbagai
kasus hukum yang terjadi memang seringkali dikotori oleh oknumnya, yaitu
pihak-pihak yang dipercaya untuk memutuskan perkara. Lantas, bagaimana dengan
sistem hukum yang diberlakukan sekarang? Sayangnya, tidak berbeda buruknya dan
masih jauh dari kata keadilan yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar