Minggu, 30 Oktober 2016

Sistem Vs Oknum Penegak Hukum Indonesia



Indonesia diberikan wasiat oleh para leluhurnya agar menjadikan hukum sebagai landasan aturan main kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini telah tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Akan tetapi pada realitanya, hukum di negara ini seringkali disepelekan, tidak terkecuali oleh para penegaknya.
Beberapa tahun silam, tepatnya tahun 2009, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kisah seorang Nenek yang mendapatkan vonis hukuman selama 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan setelah dinyatakan mencuri 3 buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan. Sedangkan. ketika para petinggi negeri ini menyebabkan kerugian terhadap negara hingga milyaran rupiah dengan melakukan tindak korupsi, kemudian hakim mengetukkan palu dan menyatakan hukuman penjara, namun kenyataannya mereka masih wira-wiri wisata hingga ke manca negara.
Hukum sebagai jalan untuk mencari keadilan, justru seringkali dilecehkan melalui kebijaksanaan-kebijaksaan yang sudah terpengaruh oleh kepentingan dan kekuasaan subjeknya, dengan kata lain objektivitas hukum itu sendiri mengalami kelunturan. Keadilan bukan berarti sama rata, tetapi keadilan seharusnya memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan kadar perbuatan pelakunya, bukan siapa akan tetapi apa tindakannya.
Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang jauh dari sistem hukum yang berkeadilan yaitu kebijakan tax amnesty. Kebijakan yang baru akhir-akhir ini dilaksanakan oleh pemerintah tersebut, kembali mempertegas bagaimana hukum di Indonesia masih tumpul ke atas. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan Kabinet Kerja periode 2014 – 2016 menyatakan bahwa tujuan awal dari kebijakan tersebut diantaranya untuk meningkatkan penerimaan negara, menarik dana milik warga Negara Indonesia yang ada di luar negeri, serta meningkatkan basis perpajakan, hingga akhirnya dapat berdampak terhadap pertumbuhan nasional. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemerintah pada dasarnya menaruh curiga terhadap penghasilan yang selama ini dilaporkan oleh para wajib pajak dan berharap akan meningkatkan penerimaan pajak di tahun berikutnya setelah para wajib pajak melaporkan keseluruhan aset miliknya untuk mendapatkan pengampunan pajak.
Slogan “Orang bijak taat pajak”, mengajak semua wajib pajak untuk menunaikan kewajiban mereka terkait pajak yang seharusnya mereka bayarkan. Akan tetapi, permasalahan ketaatan setiap orang tentu saja berbeda-beda tingkatnya, ada yang melaporkan kekayaan senyata-nyatanya, ada pula yang berusaha menyelundupkan, sehingga dapat memperkecil pajak yang harus ia bayarkan. Tentu saja, apabila kita kembalikan kepada peraturan perundang-undangan terkait perpajakan maka berbagai bentuk kecurangan dalam pajak akan mendapatkan ganjaran sesuai perbuatannya, tak terkecuali wajib pajak yang menyembunyikan kekayaannya, tidak asal menghapus kesalahan mereka selama ini begitu saja.
Berbagai kasus hukum yang terjadi memang seringkali dikotori oleh oknumnya, yaitu pihak-pihak yang dipercaya untuk memutuskan perkara. Lantas, bagaimana dengan sistem hukum yang diberlakukan sekarang? Sayangnya, tidak berbeda buruknya dan masih jauh dari kata keadilan yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia.


Kamis, 20 Oktober 2016

Jangan Berhenti Belajar

Di suatu sore, di dalam mobil, dengan setting suasana hujan lebat di luar, Bapak tetap fokus mengendalikan laju kendaraan khawatir apabila anaknya mendapatkan jadwal kereta yang larut malam. Seperti biasa, masih dengan ost.Shalawat Gusdur-Habib Syekh Assegaf, favorit Bapak-Ibuk.

Duh bolo konco prio wanito
 Ojo mung ngaji syare'at bloko
Gur pinter dongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro

 Akeh kang apal Qur'an Hadist e
Seneng Ngafirkeh marang liyane
Kafir e dewe Ga' di gatekke
Yen isih koto ati akale

Sudah tidak asing dengan lirik lagu itu, tapi masih sering bertanya "maksud yang kata ini apa Pak? Kalo yang ini? Terus kalo yang itu?" Bapak ngejelasin satu-satu, berlanjut ibuk yang menambahkan, tidak jarang mereka berdebat sendiri mengenai terjemahan yang sesuai ke dalam Bahasa Indonesia. Baiklah..
"Nduk, kamu itu belajar boleh dimana saja, ikut yang sana ya monggo, yang sini ya monggo, yang Bapak ga bolehin ketika kamu berhenti belajar dan udah merasa yang paling benar..." nasihat Bapak memecah keheningan kita dalam hujan.
"Iya Pak..."
"Kamu tahu artinya "belajarlah sampai ke negeri China?" Kalau menurut Bapak, kata itu ngga cuma menyuruh kita untuk belajar jauh sampai ke luar negeri, tapi juga belajar di tempat yang budayanya berbeda dengan kita, bahkan belajar ke orang yang bisa jadi agamanya berbeda dengan kita..."
"Tapi, kadang Shela bingung Pak kalo udah ada beda pendapat, ketika belajar disini katanya ini, yang disana katanya itu, terus yang bener mana Pak?"
" Kamu itu lucu, udah dijelasin sejak jaman Rasul bahwa umat Islam terpecah ke dalam 73 golongan, dan cuma 1 golongan yang masuk surga, siapa? Ahlul Sunnah wal Jamaah, sedangkan semua kan ngakunya sebagai Ahlul sunnah wal Jamaah. Bapak kan bilang jangan pernah berhenti belajar..." lanjut nasihat beliau.
 Oke, "Jangan berhenti belajar!" kalimat yang aku garis bawahi disini.

Kamis, 30 Juni 2016

Cerita Si Anak Bawang

Seberapa menyebalkan diri ini?
Hingga suatu waktu, menganggap dirinya paling menderita
Menuntut orang lain untuk memahaminya

Benarkah diri ini menyebalkan?
Jika hanya berdiam ketika banyak hal yang sudah ia coba memaklumkannya
Menghilang sebentar untuk melupakan apa yang orang lain lakukan

Hahaha, paham apa saya tentang kehidupan? Jika hanya menjadi Si anak bawang 



Minggu, 24 April 2016

Visualisasi Mimpi





Sebuah Mimpi seorang manusia biasa, yang percaya bahwa keterbatasan yang ia miliki tidak akan menjadi penghalang dalam mewujudkan mimpi-mimpi besarnya. 

Sabtu, 23 April 2016

Anak Kecilnya Bapak Ibu



Birrul Walidain, atau lebih akrab dengan kata berbuat baik terhadap orang tua.

Masih ingat dulu, bagaimana Bapak dan Ibu dengan sabarnya mengajarkan ke bocah ini belajar membaca.
"B-A ba T-A ta. dibaca?" tanya Bapak dan Ibu bergantian.
"TATA." jawabku salah sekaligus lantang.

Masih ingat dulu, ketika Bapak dan Ibu menghadapi masalah besar karena usahanya mengalami gulung tikar. Sedangkan aku tetaplah menjadi anak nakal, minta mainan atau apapun harus terpenuhi.
"Bapak tumbas itu... Bapak mau itu juga... yang itu juga?" rengenganku, dan beliau tetap membelikan apa yang ku mau.
" Shel, kamu tahu anak penjual kacang itu? Tadi dia juga minta mainan ke bapaknya, terus apa yang dilakukan bapak anak itu? tanya Bapak kepada ku, aku pun menggeleng karena tidak tahu kelanjutan ceritanya.
"Bapak itu malah mukulin anaknya, udah ga dibeliin mainan terus dipukulin lagi, kasian ya?"
"Iya... Dipukulinnya kaya gimana pak? tanyaku polos. Kemudian, Bapak menaruh tangan kirinya di lenganku, kemudian tangan kanannya untuk mencontohkan pukulan itu. Aku tidak kesakitan sama sekali karena ada penghadang tangan kiri bapak di lenganku.

Masih ingat dulu, ketika aku menangis dimarahi ibu karena setiap hari Senin harus mencarikan topi dan dasi untuk upacara. Ibu ga pernah malu untuk minta maaf karena sudah memarahi anaknya. Padahal, itu karena kesalahanku. Bahkan, tidak jarang ada bonusnya, seperti rencana tamasya di hari minggunya. hehhe

Pernah suatu ketika aku menelpon mereka, hanya untuk mengucapkan "Maaf, Shela sering merepotkan bapak ibu?" Mereka hanya bilang "kalau kamu merepotkan orang lain, justru Bapak Ibu yang repot nduk. Ga boleh kaya gitu, Bapak dan Ibu kerja keras itu buat anak-anaknya, Bapak Ibu bisa nuruti apa yang menjadi kemauan anaknya itu sudah bahagia. Tugas mu nduk, belajar supaya besok bisa jadi anak yang bisa bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara." ucap ibu menasihati. Mendengar nasihat ibu, semakin menjadi lah tangisanku waktu itu.

Aku dibesarkan dengan kasih sayang bukan berarti aku harus menjadi seorang yang lemah. Melihat lika-liku yang sudah dilewati orangtuaku , telah mengajarkan banyak hal tentang perjuangan dan pengorbanan.

Janjiku kepada mereka, dimana pun kelak aku akan tinggal, anak mu ini akan selalu ada untukmu - bapak ibu, seperti engkau yang tidak pernah menghiraukan waktu hanya untuk menjenguk anakmu yang sudah bukan anak kecil  lagi.
I promise anytime you call me
It don’t matter where I am
I’ll always be there, like you’ve been there
If you need me closer, I’ll be right over
I swear, I swear

Every time that I need you by my side
Every time I lose my way in life
You’re my circle of life, compass and guide
There behind me
And one day when the tables finally turn
And it’s me you’re depending on
I’ll put you first, hold you close 
Like you taught me
Know that I’ll be there for you, for you

Having someone to go to
Having someone to love
Having both is a blessing
That was sent from above
Oh I know that wherever I’ll go
You’ll be forever in my heart
(Harris J- I promise)

Senin, 18 April 2016

Problematika Klasik para Pengemban Misi

Mahasiswa merupakan miniatur dari sebuah pemerintahan.  Keduanya memiliki objek pertanggungjawaban atas amanah yang mereka bawa. Perjuangan hak-hak untuk kepentingan pribadi seharusnya mereka kesampingkan. Namun, siklus pergerakan yang ideal seperti itu apakah masih relevan di era sekarang?
Trias Politika, mengajarkan bagaimana suatu pemerintahan harus melakukan pemisahan kekuasaan, melalui fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini pun diterapkan dalam pergerakan dunia kampus. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) memegang fungsi eksekutif untuk melaksanakan peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif. Kemudian, Senat Mahasiswa mengemban fungsi legislatif yang memiliki wewenang untuk membuat peraturan serta mengawasi jalannya pemerintahan yang dijalankan BEM. Sedangkan fungsi yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Mahasiswa sebagai lembaga yang berwenang dalam ranah peradilan kampus.
Berbicara mengenai pemerintahan dan pergerakan dunia kampus, selain keduanya sama-sama memiliki pembagian kekuasaan yang ideal dalam konteks organisasi. Masing-masing area tersebut pun masih berputar-putar dengan masalah penerapan “good governance” dalam menjalankan setiap aktivitas mereka, khususnya terhadap prinsip transparansi, dan akuntabilitas.
Prinsip transparansi merupakan dasar bagi masyarakat untuk  dapat percaya atau tidak kepada orang-orang pengemban amanah. Hal ini biasanya di dukung dengan adanya sistem informasi yang mudah untuk diakses oleh semua lapisan masyarakat, sehingga masyarakat dapat meninjau aktivitas apa dan sejauh mana aktivitas memberikan manfaat bagi mereka. Di lain sisi perlu diketahui bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya tersusun atas satu lapisan saja, yang memiliki banyak kesamaan, akan tetapi masyarakat Indonesia sangat heterogen, dengan berbagai budaya, suku, ras, dan agama, termasuk dalam konteks standar pengetahuan. Jangankan perbedaan jenjang pendidikan, kesadaran seseorang yang setingkat pun belum tentu sama. Sehingga, prinsip transparansi ini membutuhkan aksi dan reaksi dari kedua belah pihak.
Prinsip kedua yaitu akuntabilitas, prinsip ini memiliki erat kaitan dengan pertanggungjelasan atas penggunaan dana masyarakat dalam membiayai semua aktivitas organisasi. Meskipun kenyataannya terdapat  laporan sebagai pertanggungjelasannya, namun yang menjadi pertanyaan yaitu angka-angka yang tercantum. Apakah, itu benar adanya ataukah hanya rekayasa? Sistem pengendalian internal dalam dua area ini dapat dikategorikan memiliki kemampuan deteksi kecurangan yang rendah, misalnya tindakan mark-up yang sering kali lolos dari kualifikasi. Hal ini sebanding dengan indeks korupsi Indonesia yang rendah, dan tertinggal jauh dari negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
Dari beberapa persamaan di atas, ada satu hal perbedaan yang perlu digarisbawahi, mahasiswa bergerak tanpa ada imbalan materi, yang mereka kenal yaitu berjuang, melawan, dan berkorban. Memperjuangkan hak  mereka yang tertindas, melawan siapa saja yang telah bertindak di luar jalur yang sesuai, serta mengkorbankan waktu, energi bahkan materi demi rakyatnya. Berbeda dengan pemerintah yang waktu dan energinya akan diganti dengan fasilitas negara yang sangat luar biasa mewahnya.

Mahasiswa dengan tekad perjuangannya berteriak atas nama rakyat. Tanpa pamrih mengharap balasan. Akankah kelak tergoyah ketika mengemban jabatan di ranah pemerintahan? Melihat mereka yang sekarang di belakang jeruji koruptor, dulu pun pernah satu baris dengan kita, para mahasiswa. 

Minggu, 03 April 2016

I wanna Grow Old With You (#part1)


Video yang menggambarkan kesetian seseorang dalam menjalin hubungan, menerima apa adanya dari pasangan. Terlalu ideal,
Berada di usia transisi, remaja menuju dewasa, salah satu hal yang tergolong ke dalam pembicaraan sensitif yaitu "pernikahan", cet par. Bahkan lucunya, tidak jarang hal itu menjadi leluconan yang di anggap sangat lumrah. 


Siapa pun kita, pernahkah merasakan dag-dig-dug saat berbicara dengan seseorang yang kita kagumi? Bahkan, saat bertemu seolah-olah diangggap takdir telah berpihak pada hatimu, padahal bisa jadi memang karena waktu dan tempat yang telah menjadi patokan dalam schedule harianmu, hahha. Padahal, dalam satu hari bisa jadi kita bertemu dengan ratusan orang, hanya saja ada nama seseorang yang lebih kita ingat dibandingkan nama-nama lainnya. Kalau sudah seperti itu bagaimana jika bukan dia yang akan membersamai waktu tua kita? 

I wanna die lying in your arms
I wanna grow old with you
I wanna be looking in your eyes
I wanna be there for you, sharing everything you do


.
bersambung . . . .