Kamu ini bangun pagi,
mandi, pamit kerja, pakai seragam, kaki di bungus sepatu, berangkat pagi,
pulang sore, bayaran ga seberapa, kerja apa dikerjain? Sebaris kalimat
“Nyleneh” yang dikatakan oleh alm. Bob Sadino, namun cukup tepat untuk
dipertanyakan. Sekilas, kalimat tersebut
sarat akan sindiran untuk para karyawan yang terikat dengan SOP kantor tempat
mereka bekerja.Saat ini, Apakah kita menjadi bagian yang ikut menertawakan
ataukah justru yang ditertawakan ketika memahami maksud sindiran tersebut?
Mahasiswa merupakan
status paling nyaman untuk disandang. Bahkan, sering kali terjebak di zona
nyamannya dan enggan keluar. Padahal, PR besar yang diemban oleh seorang
mahasiswa selama mengenyam pendidikan di perguruan tinggi yaitu ia harus memiliki kemampuan dari
segi hardskill sekaligus segi softskill. Berbagai fasilitas pun disediakan untuk dijadikan inkubator ide kreatif mereka dalam mengembangkan dua sisi kemampuan
tersebut. Salah satu tempat yang paling
tepat yaitu dengan menerjunkan mahasiswa ke permasalahan aktual yang
akan mereka hadapi paska kampus, yaitu melalui membangun wirausaha atau saat
ini lebih akrab kita sebut sebagai startup.
Sebagai contohnya, Universitas
Gadjah Mada bekerja sama dengan Kibar merintis sebuah program berupa
pendampingan kepada mahasiswa yang berkeinginan untuk mendirikan bisnis baru.
Program ini dinamai sebagai “Innovative Academy”. Tujuan dari program ini yaitu
pemberdayan generasi muda untuk mencipkan pengusaha-pengusaha yang nantinya
akan berkontribusi dalam menciptakan Indonesia yang lebih baik. Orientasi dari
setiap bisnis yang dibangun pun tidak hanya pada keuntungan pribadi saja, akan
tetapi bagaimana bisnis tersebut bisa berdampak positif terhadap masyarakat
sekitar. Beberapa start-up yang merupakan output dari program ini antara lain : Calova, Hipstime,
Galanggo, Lunasin,Barbekos, dan lain sebagainya.
Bahkan beberapa startup
di atas murni berfokus pada tujuan sosial, misalnya Galanggo yang merupakan
sebuat aplikasi crowd funding untuk orang-orang berkebutuhan khusus, Galanggo bertujuan untuk memfasilitasi
para pengguna aplikasi ini turut serta menciptakan pengaruh dari sebuah proyek
sosial. Sedangkan Baberkos yaitu tempat penyedia berbagai kebutuhan kos. Target
dari bisnis ini yaitu mahasiswa baru yang hendak membeli peralatan kos serta fresh graduate yang hendak menjual
barang bekas miliknya.
Bisnis startup di atas,
semuanya menggunakan platform online. Pemanfaatan media internet ini menjadi
peluang untuk meningkatkan pertumbuhan dari bisnis startup. Hal ini terkait dengan potensi e-commerce yang masih besar untuk dikembangkan di Indonesia, karena
masih banyak ranah e-commerce yang
belum digali lebih luas. Bahkan, jumlah e-commerce hanya sekitar 1% dari total
industri retail. Sehingga, kombinasi antara startup
dengan nilai-nilai kreativitas mahasiswa dan e-commerce yang tidak asing bagi generasi muda saat ini, akan
menjadi kolaborasi yang menjajikan bagi keberlanjutan bisnis ini.
Terjadinya pergeseran
budaya di kalangan mahasiswa, dimana pada tempo dulu dengan cara aksi turun ke
jalan dan sekarang menjadi melakukan aksi nyata dengan cara menuangkan
kreativitas ke dalam berbagai bisnis start-up. Namun, baik dulu maupun sekarang,
idealisme mahasiswa tetap satu yaitu “seberapa besar dampak aksi kita ke
masyarakat luas”.
Tulisan pertamaku, dan terbit di Sindo Poros Mahasiswa, Tertanggal : 15 Maret 2016
Tulisan pertamaku, dan terbit di Sindo Poros Mahasiswa, Tertanggal : 15 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar